Tugas Sekolah



 A. Pengertian sosial
1.      Pengertian perilaku menyimpang
Pada umumnya orang-orang dalam masyarakat cenderung konformis (menyesuaikan cara
hidupnya: cara berfikir, berperasaan dan bertindak) dengan yang berlaku di lingkungan
kelompoknya. Misalnya: anak laki-laki bermain dengan “mainan laki-laki”, anak perempuan
bermain dengan “mainan perempuan”, apabila diberi kesempatan saling berinteraksi maka
cenderung memiliki opini atau pendapat yang sama, dan seterusnya.
Mengapa orang-orang cenderung konformis terhadap norma-norma sosial?
1. Orang yang bersangkutan telah berhasil disosialisasikan sehingga menginternalisasikan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya
2. Orang yang bersangkutan tidak dapat menemukan alternatif lain kecuali mengikuti pola
yang sudah ada
3. Apabila tidak konformis dengan norma sosial akan direaksi dengan pemberian sanksi
oleh masyarakat, dan apabila konformis akan mendapatkan positive-incentive (ganjaran)
dari masyarakat
Meskipun demikian di masyarakat ada sedikit orang yang perilakunya “melanggar” norma
atau “menyimpang”.
Secara sosiologis istilah “menyimpang” atau “deviance” lebih tepat dari pada “melanggar”
atau “violate”. Sebabnya ialah, perilaku yang dikatakan menyimpang di samping meliputi
perilaku yang melanggar norma dan merusak atau mengacaukan kaidah yang ada, acapkali
terdapat pula perilaku yang tidak terbukti nyata kalau merusak atau mengacau tatanan yang
ada, melainkan hanya terasa lucu, aneh, nyentrik, dan malah dapat memperkaya alternatif
perilaku.
Invensi-invensi kreatif dalam berperilaku yang masih dalam taraf individual peculiarities
(keanehan pribadi), belum memasyarakat, belum terbakukan dan karenanya masih
dinyatakan “melawan arus” pun dapat masuk sebagai perilaku menyimpang.
Banyak perilaku-perilaku kreatif seperti bersifat sangat rasional akan dipandang menyimpang
hanya karena belum lazim dan berbeda dengan kaidah sosial yang berlaku yang
sesungguhnya tidak rasional
.
       Beberapa batasan tentang perilaku menyimpang:
1. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi (van der Zanden, 1979)
2. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran
terhadap norma kelompok/masyarakat (Horton dan Hunt, 1993)
3. Perbuatan disebut menyimpang apabila perbuatan itu dinyatakan menyimpang, sehingga
penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu tindakan melainkan konsekuensi atau akibat
dari adanya peraturan dan diterapkannya sanksi-sanksi oleh masyarakat (Becker, dalam
Horton dan Hunt, 1993)

2.        Macam-Macam Penyimpangan.
Secara umum, macam-macam penyimpangan adalah sebagai berikut.
a. Tindakan nonconform (tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada), misalnya:
mengenakan sandal ke sekolah, membolos, dst. Termasuk dalam kategori ini adalah
 perilaku-perilaku yang terlalu maju, terlalu rasional, terlalu baik, dan sebagainya yang dalam          tahap tertentu masih dalam taraf individual peculiarities sebagaimana disebutkan
di atas.
b. Tindakan antisosial (melawan kebiasaan masyarakat/kepentingan umum), misalnya:
menarik dari dari pergaulan, keinginan bunuh diri, ngebutisme, alkoholisme, dan
seterusnya.
c. Tindakan kriminal, misalnya pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi, dan
seterusnya
     Secara khusus, macam-macam penyimpangan dapat dirinci sebagai berikut.
a. Penyimpangan diterima dan penyimpangan ditolak
Penjahat ataupun orang-orang yang sangat baik adalah penyimpang. Maka Jack The
Ripper dan Florence Ningtingale adalah penyimpang. Perbedaannya adalah ditolak dan
diterima.
b. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Dalam kehidupan sosial yang sebenarnya sukar dijumpai orang yang sepenuhnya
menyimpang atau sepenuhnya konformis. Yang mudah dijumpai adalah menyimpang
dalam batas-batas tertentu dan konformis dalam batas-batas tertentu. Sehingga sukar
dijumpai orang yang secara mutlak menyimpang.
c. Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya ideal
Bahwa perilaku korupsi itu jahat, bahwa merokok itu merusak kesehatan, bahwa NAPZA
itu merusak jiwa dan raga, sebagian besar orang tentu setuju dengan pernyataan ini. Tapi,
apakah kemudaian tidak melakukannya? Demikianlah, tidak selamanya budaya nyata sejalan dengan budaya ideal. Penyimpangan atau konformis terhadap salah satunya
berarti konformis atau menyimpang terhadap yang lain.
d. Penyimpangan adaptif
Yang dimaksud penyimpangan adaptif adalah penyimpangan yang berfungsi sebagai cara
menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan dalam
masyarakat.          

3.      Teori penyimpangan       
 a. Teori biologi
Teori ini menjelaskan tentang bagaimana perilaku menyimpang tersebut hubungannya
dengan keadaan biologis, misalnya cacat tubuh bawaan lahir, tipe tubuh tertentu,
misalnya endomorph (gemuk-halus), mesomorph (sedang-atletis) atau ectomorph (kurus),
dengan perilaku jahat.
b. Teori psikologi
Perilaku menyimpang sering dianggap sebagai penyakit mental, jadi orang yang
menyimpang itu karena mengalami penyakit mental atau gangguan kejiwaan.
c. Teori sosialisasi
Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi:
a. proses sosialisasi tidak sempurna, dapat terjadi karena mengalami inferioritas
(minder) akibat cacat fisik bawaan lahir, atau memperoleh informasi yang tidak
lengkap, misalnya tentang kehidupan seksual.
b. Seseorang menghayati kehidupannya dalam kelompok menyimpang (kebudayaan
khusus menyimpang) di delinquen area (dalam sosiologi dikenal adanya black area ,
atau kawasan permukiman kumuh (slums) yang serinag berasosiasi dengan crime
areas, yang dijumpai hampir di setiap kota).
c. Karena pergaulannya dengan para penyimpang (asosiasi diferensial)
d. Teori anomie
Perilaku menyimpang muncul dalam masyarakat karena adanya anomie
(kesimpangsiuran norma atau keadaan tanpa norma yang pasti sebagai patokan
berperilaku). Anomie menimbulkan perilaku menyimpang karena mengakibatkan
keterpisahan emosional (ketidakberdayaan, ketidakberartian, keterpencilan) antara
seseorang dengan masyarakatnya.
Emille Durkheim dan Robert K. Merton menguraikan bahwa anomie terjadi karena
ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara formal untuk mencapai tujuan.
e. Teori reaksi masyarakat: teori labelling (pemberian cap)
Seseorang berperilaku menyimpang karena oleh masyarakat diberi cap menyimpang.
Pemberian cap ini mendorong individu melakukan serangkaian perbuatan yang
merupakan self-fulfilling prophecy (pembenaran peramalan diri) bahwa ia adalah
penyimpang.
f. Teori konflik
Teori konflik meliputi dua hal, yaitu konflik budaya dan konflik sosial. Konflik budayan
terjadi pada masyarakat dengan ciri pluralitas (kemajemukan), di masyarakat tersebut
terdapat dua atau lebih kelompok dengan subkultur yang saling berbeda, sehingga suatu
perilaku yang sesuai dengan subkultur tertentu dapat berarti penyimpangan terhadap
subkultur yang lain.
Teori konflik sosial menerangkan bahwa penyimpangan terjadi karena adanya perbedaan
norma dan kepentingan di antara kelas-kelas, sehingga suatu perilaku yang tidak sesuai
dengan perilaku kelas tertentu dinyatakan sebagai perilaku menyimpang.
g. Teori pengendalian sosial
Penyimpangan terjadi karena lemahnya pengendalian sosial, baik berupa tekanan sosial
maupun pemberian sanksi-sanksi, bahwa suatu kejahatan, misalnya mencuri atau
memperkosa, tidak selalu diawali oleh adanya niat untuk mencuri atau memperkosa,
tetapi karena adanya kesempatan untuk itu, akibat lemahnya pengendalian sosial.
4.      Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang
  1. Penyimpangan Primer
Penyimpangan Primer merupakan penyimpangan yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang.
  1. Penyimpangan Sekunder
Penyimpangan Sekunder merupakan perbuatan yang dilakukan secara khas dengan memperlihatkan perilaku menyimpang dan perbuatan dari perilaku menyimpang telah menjadi gaya hidupnya sehari-hari.
  1. Penyimpangan Individual
Penyimpangan Individual adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang yang telah mengabaikan dan menolak norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya.
  1. Penyimpangan Kelompok
Penyimpangan Kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompok yang bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku.
  1. Penyimpangan Situasional
Penyimpangan yang dilakukan karena keadaan atau situasi diluar individu sehingga memaksa individu melakukan perbuatan menyimpang.
  1. Penyimpangan Sistematik
Penyimpangan yang disertai organisasi social khusus, status formal, peranan dan nolai atau norma yang semuanya berbeda dengan situasi umum. Segala perbuatan menyimpang tersebut dibbenarkan oleh semua anggota.
5.      Sifat Perilaku Menyimpangan
  1. Penyimpangan Negatif
Merupakan penyimpangan yang dilakukan cenderung kea rah social yang dipandang rendah dan berkibat buruk
  1. Penyimpangan Positif
Merupakan penyimpangan yang mempunyai dampak positef karena dianggap mempunyai unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif sehingga mengarah pada nilai sosial yang didambakan.
6.      Contoh Perilaku Menyimpang
  1. Kenakalan Remaja
  2. Kriminalitas
  3. Penyimpangan Seksual
1.      Homoseksual
2.      Transeksual
3.      Sadomasokisme
4.      Eksibisme
5.      Voyeurism
6.      Fetihisme
7.      Media Pembetukan Perilaku Menyimpangan
  1. Keluarga
  2. Lingkungan tempat tinggal
  3. Kelompok bermain
  4. Media massa
8.      Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang
  1. Sikap mental yang tidak sehat.
  2. Ketidakharmonisan keluarga (sosialisasi keluarga yang tidak sempurna).
  3. Pelampiasan rasa kecewa, misalnya bunuh diri.
  4. Dorongan kebutuhan ekonomi, misalnya menjual diri, merampok, dan mencuri.
  5. Pengaruh media massa dan lingkungan, misalnya seseorang melakukan penyimpangan karena pengaruh lingkungan tempat tinggal atau melihat dari media massa.
  6. Keinginan untuk dipuji, misalnya korupsi.
  7. Proses belajar yang menyimpang, misalnya seseorang remaja yang sering bergaul dengan sekelompok pengguna narkoba atau yang suka berkelahi.
  8. Kegagalan proses sosialisasi, misalnya anak menggunakan narkoba karena tidak diperhatikan oleh orang tuanya.

B. Pengendalian Sosial
        Individu dapat diterima oleh kelompok atau masyarakatnya individu harus mentaati sejumlah
aturan yang hidup dan berkembang dalam masyarakatnya. Untuk itu masyarakat melakukan
pengendalian sosial terhadap para warganya sehingga perilaku sebagian besar warga
masyarakat berada dalam kerangka keteraturan sosial.
Dalam masyarakat orang dikendalikan terutama dengan mensosialisasikan mereka dengan
nilai dan norma sosial sehingga mereka menjalankan peran-peran sesuai harapan sebagian
besar warga masyarakat, melalui penciptaan kebiasaan dan rasa senang.
Namun dalam kenyataannya, meskipun nilai dan norma sosial itu telah disosialisasikan, tetap
saja terjadi penyimpangan. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi saja tidak cukup untuk
terciptanya keteraturan sosial. Norma-norma sosial itu tidak cukup kuat mempunyai selfenforcing
(kemampuan diri melaksanakan fungsi) di dalam menjamin keteraturan sosial.
Oleh karena itu, di samping proses sosialisasi masyarakat menciptakan pula sistem
pengendalian sosial.
  1. Pengertian pengendalian Sosial
a. Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat untuk
menertibkan anggota-anggotanya yang membangkang (Berger, 1978)
b. Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok
orang atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan
kelompok atau masyarakat (Horton dan Hunt, 1993)
  1. Tujuan Pengendalian Sosial
1. Eksploitasi, pengendalian sosial dimaksudkan untuk mengendalikan situasi sehingga
tidak mengancam kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat (vested interested)
2. Regulatif, pengendalian sosial dilakukan agar dicapai keteraturan sosial, sehingga warga
masyarakat mudah menyesuaikan dirinya dengan tujuan-tujuan masyarakat, termasuk
mudah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya
3. Konstruktif, pengendalian sosial dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan dan
kebudayaan ke arah yang diharapkan oleh sebagaian besar masyarakat.
  1. Jenis-Jenis Lembaga Pengendalian Sosial.
Berikut ini lembaga-lembaga yang berfungsi dan berperan dalam proses pengendalian sosial,
antara lain:
1. Lembaga kepolisian
Lembaga ini terutama menangani penyimpangan terhadap aturan-aturan atau hukum
tertulis, dengan cara menangkap, memeriksa/menyidik dan selanjutnya mengajukan
pelaku penyimpangan ke pengadilan

2.Lembaga  Pengadilan
Pengadilan memiliki fungsi membuat keputusan hukum terhadap warga masyarakat yang
melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hukum. Keputusan pengadilan di
samping berdasarkan norma hukum, juga mempertimbangkan nilai-nilai kepatutan dan
kesusilaan yang berlaku, hidup dan berkembang dalam masyarakat.

3.Lembaga  Adat istiadat
Adat istiadat pada umumnya mengandung norma-norma yang bersumber pada ajaranajaran
agama atau keyakinan masyarakat. Adat istiadat memiliki peran penting dalam
pengendalian sosial karena dapat saja orang lebih menghormati dan taat kepada adat dari
pada terhadap hukum tertulis. Namun, adat istiadat juga dapat melengkapi aturan-aturan
hukum tertulis.
4.Lembaga Agama
Di dalam agama terdapat ajaran tentang perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang
dianjurkan, diperintahkan ataupun diperbolehkan. Dalam ajaran agama juga terdapat
system sanksi dan ganjaran atau pahala. Perbuatan-perbuatan yang dilarang agama
diklasifikasikan sebagai perbuatan dosa yang diancam dengan hukuman atau siksa neraka
di akhirat

5. Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah individu-individu yang memiliki kemampuan, pengetahuan,
perilaku, usia, atau kedudukan yang dipandang penting oleh anggota masyarakat. Peran
tokoh masyarakat dalam pengendalian sosial antara lain: mendamaikan persilisihan,
memberikan nasehat kepada warga yang telah/akan melakukan penyimpangan, dan
sebagainya.
  1. Sifat Pengendalian Sosial
a.       Pengendalian sosial preventif
b.      Pengendalian sosial represif
c.       Pengendalian sosial gabungan
  1. Cara-Cara Pengendalian Sosial
a.       Cemoohan
b.      Teguran
c.       Pendidikan
d.      Agama
e.       Gosip atau desas-desus
f.       Ostrasisme
g.      Fraundulens
h.      Intimidasi
i.        Hukum
  1. Efektivitas Pengendalian Sosial
Menurut Soeatandyo Wgnyosubroto, ada beberapa faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan efektif atau tidaknya pengendalian sosial, yaitu:
a.       Menarik-tidaknya kelompok; semakin menarik, suatu kelompok semakin efektif dalam melakukan pengendalian sosial.
b.      Otonomi-tidaknya kelompok; semakin otonom suatu kelompok (yang ditandai oleh kesadaran para anggota kelompok bahwa diluar kelompoknya tidak terdapat banyak kelompok serupa) maka pengendalian sosial semakin efektif.
c.       Beragam tidaknya norma dalam kelompok; semakin banyak norma semakin besar potensi.
d.      Terjadinya anomie atau tidaknya kelompok. semakin anomie, pengendalian sosial semakin tidak efektif.
e.       Besar kecilnya kelompok; semakin besar kelompok, pengendalian sosial semakin tidak efektif.
f.       Toleransi petugas pengendalian sosial terhadap pelanggaran/penyimpangan yang terjadi. Dalam hal ini, toleransi petugas pengendalian social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar